Penjelasan Istilah 'Oplosan' Dalam Konteks Kasus Pertamax RON 92 dan Pertalite RON 90, Cek Kronologinya

Penjelasan Istilah 'Oplosan' Dalam Konteks Kasus Pertamax RON 92 dan Pertalite RON 90, Cek Kronologinya

Kasus Pertamax dan Pertalite-Ilustrasi-Istimewa

Tindakan tidak jujur dan curang tersebut bermula pada periode tahun 2018—2023 pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018. 

PT Pertamina (Persero) diwajibkan untuk mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebagai prioritas sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Namun, terdakwa Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, terdakwa Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional, dan terdakwa Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, melakukan pengaturan yang menjadi alasan untuk mengurangi produksi kilang, sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya dimanfaatkan.

Pengaturan tersebut mengakibatkan terpenuhinya kebutuhan minyak mentah dan produk kilang melalui kegiatan impor.

BACA JUGA:Sikat! Promo Kulkas 2 Pintu di Blibli Edisi Payday 26 Februari 2025

Ketika produksi kilang minyak sengaja dikurangi, produksi minyak mentah dari kontraktor kerja sama (KKKS) di dalam negeri juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak cocok dan tidak menguntungkan secara ekonomi. 

Akibatnya, secara otomatis, bagian KKKS yang seharusnya untuk dalam negeri terpaksa diekspor ke luar negeri.

Guna mencukupi permintaan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional mendatangkan minyak mentah dari luar negeri dan PT Pertamina Patra Niaga mendatangkan produk kilang dari luar negeri (impor).

Dalam proses pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, ditemukan bukti adanya pengaturan untuk memenangkan broker yang telah dipilih sebelumnya dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (spot) yang tidak memenuhi syarat.

BACA JUGA:Hisense Indonesia Mendukung Proton FC untuk Kemajuan Futsal Generasi Muda

Qohar juga menginformasikan bahwa para terdakwa Dimas Werhaspati (DW) yang merupakan Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta terdakwa Gading Ramadhan Joedo (GRJ) yang merupakan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak melakukan komunikasi kepada tersangka Agus agar bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi walaupun persyaratan belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan impor minyak mentah dari tersangka Sani serta persetujuan impor produk kilang dari tersangka Riva.

"Kerugian negara akibat impor minyak mentah melalui broker. Jadi, pada saat yang sama, bagian KKKS itu dijual ke luar negeri dengan alasan harganya tidak masuk HPS," ujarnya.

Dalam proses pengadaan produk kilang yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva melakukan pembelian BBM dengan kualitas RON 92. Padahal, yang sebenarnya dibeli adalah BBM dengan kualitas RON 90 atau bahkan lebih rendah.

Bahan bakar minyak tersebut kemudian dioplos di tempat penyimpanan atau depo untuk diubah menjadi RON 92. 

BACA JUGA:Kenapa Bisnis Perlu Menggunakan CRM Omnichannel?

Temukan konten postingnews.id menarik lainnya di Google News

Tag
Share
Berita Lainnya