POSTINGNEWS.ID --- Kuota haji tambahan dari Arab Saudi yang niat awalnya buat memperpendek antrean malah diduga jadi lahan bancakan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium bau anyir korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024. Nilainya? Potensi aliran duitnya disebut bisa tembus ratusan miliar rupiah.
Temuan ini bikin kasus langsung naik ke penyidikan, dengan target calon tersangka dari mereka yang ikut nimbrung dalam alur perintah dan aliran dana. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, bilang pihaknya pakai surat perintah penyidikan (sprindik) umum biar bisa leluasa ngulik bukti dan info.
Sprindik ini mengacu pada Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, yang sudah diubah dengan UU No 20/2021, juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
”Bahwa terkait perkara haji, KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan. Kami melihat, perlu mengumpulkan bukti yang lebih banyak untuk menentukan siapa yang menjadi tersangkanya,” ungkap Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu, 9 Agustus 2025.
BACA JUGA:Retret Pengusaha ala Pasukan Loreng: Dari Hambalang ke Akmil, Dari Cuan ke Nasionalisme
BACA JUGA:Drama Bendera One Piece, Pemerintah Kompak Bilang Tidak Kompak
Meski belum buka nama, Asep kasih bocoran pihak yang berpotensi kena pasal. ”Selanjutnya, potential suspects tentunya terkait alur-alur perintah, ya. Kemudian juga aliran dana. Jadi, terkait siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini. Kemudian, siapa yang menerima aliran dana dari penambahan kuota tersebut,” lanjutnya.
Masalahnya, kuota tambahan 20.000 jemaah dari Arab Saudi pada musim haji 2024 dibagi rata: 10.000 buat jemaah reguler, 10.000 buat haji khusus. Padahal, menurut UU Nomor 8 Tahun 2019, proporsinya jelas: 92 persen reguler dan 8 persen khusus. Artinya, dari tambahan itu harusnya 18.400 reguler dan 1.600 khusus.
Lucunya, alasan minta kuota tambahan itu saat Presiden Joko Widodo atau Jokowi ketemu pemerintah Saudi pada 2023 adalah buat memangkas antrean haji reguler yang bisa sampai 15 tahun.
”Padahal, alasan (penambahan kuota) dalam pertemuan Presiden Republik Indonesia dengan Pemerintah Arab Saudi itu untuk memperpendek waktu tunggu haji reguler karena nunggu sampai 15 tahun. Seharusnya, itu diberikan kepada haji reguler karena alasannya bukan untuk meminta tambahan kuota haji khusus,” papar Asep.
BACA JUGA:Tampil Apik dan Konsisten, PSG Malah Ingin Gantikan Donnarumma denga Kiper ini?
Sekarang, KPK lagi menghitung berapa kerugian negara akibat skema ini, dibantu Badan Pemeriksa Keuangan.
”Kemudian, nanti siapa yang akan diuntungkan, baik diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, begitu ya. Misalkan dari oknum pihak pemerintah yang karena keputusannya memberikan kuota haji ini tidak sesuai dengan aturan, kemudian mendapatkan sejumlah uang,” ujarnya.
Dari hitungan kasar, jika aturan bilang hanya 1.600 kuota haji khusus, berarti 8.400 lainnya statusnya ilegal. ”Artinya, tidak boleh dijadikan kuota khusus. Nah, itu pembagiannya ke mana saja, travel atau asosiasi haji yang mana. Dari sana, hasil komunikasi dan koordinasi dengan BPK, itu yang akan kami kejar,” lanjut Asep.