JAKARTA, PostingNews.id - Aktivitas pertambangan salah satunya nikel merusak habitat laut, khususnya tempat berkembangbiaknya ikan kerapu.
Guru Besar Ilmu Ekologi Pesisir dan Laut dari IPB University, Prof Dietriech Geoffrey Bengen, angkat bicara soal situasi ini.
Menurutnya, posisi Raja Ampat sangat strategis sebagai pusat produksi ikan kerapu, baik untuk pasar nasional maupun internasional.
“Raja Ampat dijuluki sebagai jantung segitiga karang dunia. Ini menjadikan wilayah ini ideal untuk perikanan tangkap dan budi daya ikan kerapu,” ujar Prof Dietriech dalam keterangan resmi kepada media.
Sejak 2005, Raja Ampat telah menjadi bagian penting dari jalur perdagangan ikan kerapu hidup, terutama untuk pasar ekspor ke Hongkong dan Tiongkok.
Produksi utamanya masih banyak berasal dari tangkapan alam.
Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, pemerintah juga terus mengembangkan teknologi budi daya dan penyebaran benih di kawasan ini.
Namun, di tengah geliat ekonomi biru ini, hadir ancaman yang tak bisa dianggap remeh: tambang nikel di wilayah pesisir.
BACA JUGA:GAWAT! Tambang Nikel di Raja Ampat Bisa Bunuh Paus Sperma dan Pari Manta
Tambang Merusak Habitat Ikan Kerapu
Prof Dietriech menjelaskan, aktivitas pertambangan di sekitar pesisir bisa membawa dampak langsung dan tidak langsung pada ekosistem laut.
Salah satu dampak paling nyata adalah meningkatnya sedimentasi akibat erosi tanah dari lokasi tambang.
Sedimen ini membuat air menjadi keruh dan dapat menutup permukaan terumbu karang dan padang lamun, dua habitat utama bagi ikan kerapu untuk berkembang biak.
“Telur dan larva kerapu sangat sensitif. Paparan logam berat seperti nikel, merkuri, dan arsen dari limbah tambang bisa mengganggu reproduksi dan pertumbuhan mereka,” tegasnya.
Lebih parah lagi, logam berat ini dapat terakumulasi dalam tubuh ikan dan terus naik dalam rantai makanan, hingga akhirnya bisa berdampak pada manusia yang mengonsumsi ikan dari laut yang tercemar.